BAB I
Pengertian
Hukum Dan Hukum Ekonomi
1. Pengertian Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam
bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak,
sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara
dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik
serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
2. Tujuan Hukum & Sumber Hukum
Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan
perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat
yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga
kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi.
Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan
aturan-aturan yang mengikat dan memaksa sehingga apabila aturan itu dilanggar
akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
Macam-macam Sumber Hukum :
1. Algra : Sumber hukum dibagi dua macam yaitu formil dan
materil.
Sumber hukum materil : tempat darimana materi hukum itu di
ambil,faktor Pembentukan hukum
Sumber hukum formil : Tempat/ sumber dariman suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal
ini berkaitan dengan menyebabkan peraturan itu berlaku secara formal.
2. Van Apeldorn membedakan 4 macam sumber hukum : Historis,
Sosiologis, Filosofis, dan Formil.
a) Historis : Tempat menemukan hukumnya dalam sejarah.
b) Sosiologis : Faktor –faktor yang menentukan isi hukum
positif.
c) Filosofis : 1. Sumber isi hukum ada 3 pandangan :
- Menurut Teoritis
- Menurut Pandangan Kodrat
- Mazhab Historis.
d) Formil : Sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya
hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku
yang mengikat hakim dan penduduk.
3. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hukum adlah pembukuan secara lengkap dan
sistematis tentang hukum tertentu. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum
ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di Perancis).
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
a). Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum
yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
b). Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law),
yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis
namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
- Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
- Tujuan Kodifikasi
Hukum tertulis untuk memperoleh:
a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum
4. Kaidah/Norma Hukum
Kaidah/Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh
lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat
melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan
pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi
denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
5. Pengertian Ekonomi & Hukum Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari
aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi
terhadap barang dan jasa.
Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan perkonomian.Sunaryati Hartono mengatakan bahwa
ekonomi adalah penjabaran hukumum ekonomi pembangunan dan sosial,hukum ekonomi
tersabut mempunyai 2 aspek , Aspek pengaturan usaha pembangunan ekonomi dan
Aspek pengaturan usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata
diantara seluruh lapisan masyarakat.
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/kodifikasi-hukum-8/
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/pengertian-hukum-hukum-ekonomi-serta-subjek-dan-objek-hukum/
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/03/pengertian-hukum-hukum-ekonomi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
http://www.pustakasekolah.com/fungsi-dan-tujuan-hukum.html
http://bowolampard8.blogspot.com/2011/08/sumber-hukum.html
BAB II
Subjek dan
Objek Hukum
1. Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak
dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
a. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku
pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai
sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek
hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum
menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit
ingatan, pemabuk, pemboros.
b. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum
dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan
kewajiban para anggotanya.
2. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek
hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa
benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata
disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat
kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu
benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera,
terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan
dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah
suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan
kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk
perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak
Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah
hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya
untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika
debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat
ekonomis (dapat dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
Sumber :
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum
BAB III
HUKUM
PERDATA
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di
daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum
publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common
law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis
yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada
waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang
berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata)
dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda
(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih
dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis
(1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum
Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya
Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan
oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli
1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW [atau Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK [atau yang
dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari
Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa
nasional Belanda.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda
atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian
materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI,
misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30
April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan
berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang
Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUH Perdata
KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
Buku 1 tentang
Orang / Van Personnenrecht
Buku 2 tentang
Benda
Buku 3 tentang
Perikatan / Verbintenessenrecht
Buku 4 tentang
Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
BAB IV
HUKUM
PERIKATAN
Pengertian Hukum Perikatan
Pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui
perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak
dan kewajiban. Dan sumber hukum perikatan adalah Perjanjian dan Undang –
Undang.
3 Hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu
perjanjian :
Adanya suatu barang
yang akan diberi.
Adanya suatu
perbuatan.
Bukan merupakan
suatu perbuatan.
Dalam melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada :
Bebas dalam
menentukan suatu perjanjian.
Cakap dalam
melakukan suatu perjanjian.
Isi dari perjajian
itu sendiri.
Perjanjian dibuat
harus sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku.
2. DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut :
a) Perikatan yang
timbul dari persetujuan ( perjanjian )
b) Perikatan yang
timbul dari undang-undang
c) Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
a) Perikatan ( Pasal
1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena
undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
b) Persetujuan (
Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
c) Undang-undang (
Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
a. Asas Kebebasan Berkontrak
asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya
bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan
isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn
pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
b. Asas Konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas.
4. Wanprestasi dan Akibat dalam Hukum Perikatan
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak
melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori,
yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat
bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam
Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika
terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang
dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
5. Terhapusnnya Hukum Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara
sukarela;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan;
c. Pembaharuan utang;
d. Perjumpaan utang atau kompensasi;
e. Percampuran utang;
f. Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
i. Berlakunya suatu syarat batal;
j. Lewat waktu.
*sumber : http://www.google.com
http://sitabungadia.files.wordpress.com/2012/04/stock-photo-3425803-law-and-money.jpg?w=300&h=199
http://sitabungadia.files.wordpress.com/2012/04/money-and-justice-scales.jpg?w=300&h=225
Tidak ada komentar:
Posting Komentar